Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan KH.Hasyim Asy'ari tentang Pendidikan Islam


Judul : Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan KH.Hasyim Asy'ari tentang Pendidikan Islam
link : Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan KH.Hasyim Asy'ari tentang Pendidikan Islam



KOMPARASI PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN DENGAN KH. HASYIM ASY�ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Beliau tumbuh besar di kota tersebut. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar, seorang ulama besar dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan.
Muhammad Darwis atau sekarang yang lebih dikenal K.H. Ahmad Dahlan adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara. Beliau dididik oleh ayahnya sendiri sebagai seorang putra kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dari belajar membaca, belajar menulis, mengaji Al-Qur�an dan kitab-kitab agama.
Menjelang dewasa Ia belajar kepada beberapa ulama besar pada waktu itu. Tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Setelah beberapa waktu belajar dengan beberapa gurunya, Ia berangkat ke Makkah pada tahun 1883 M, dalam usianya yang relatif mudah (15 tahun) untuk menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu agama.
Karena merasa tidak puas dengan kunjungan pertama di Makkah, Ia berencana untuk menunaikan ibadah haji yang kedua dan  menimba ilmu agama pada tahun 1902, dalam usia35 tahun. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al Din al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.
Muhammad Darwis merupakan pendiri organiasi Muhammadiyah. Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912 M. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam
KH Mohammad Hasyim Asy'ari, atau Biasa disebut KH Hasyim Ashari beliau dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1871 atau menurut Penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
KH Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam Yang terbesarnya di Indonesia. KH Hasyim Asyari merupakan putra bangsa dari pasangan Kyai Asyari dan Halimah, Ayahnya Kyai Ashari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras Yang berada di sebelah Selatan Jombang.
Pada tahun 1926 Nahdlatul Ulama atau yang populer disebut NU  pun berdiri atas inisiatif ulama-ulama pada waktu itu. Salah satu pendiri organisasi ini adalah K.H Hasyim Asy�ari. Organisasi ini berusaha mengembalikan dan mengikuti salah satu madzhab yang telah ada (Maliki, Hanafi, Syafi�i, dan Hambali). Asy�ari mengemukakan dua tujuan diberikannya pendidikan islam bagi manusia, yaitu : (Syamsul Arifin, 2010:12).
1.         Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT
2.         Menjadi insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
K.H. Hasyim Asy�ari adalah seorang ahli dalam bidang Hadits, terutama Shahih Bukhori dan Shahih Muslim. Selain sebagai intelektual yang mempunyai spesialisasi, beliau adalah tokoh yang pertama kali menciptakan sistem pendidikan terutama di Pesantren dengan menggunakan metode kelas.
K.H. Hasyim Asy�ari juga pernah menimba ilmu agama di kota Makkah. Pada masa anak-anak bakat kepemimpinan dan kecerdasan sudah nampak pada dirinya. Ia pernah membantu ayahnya untuk mengajar beberapa santri-santri yang lebih besar darinya.
Dari kedua tokoh tersebut memberikan gambaran kepada kita, bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting dan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Dengan pendidikan manusia akan mampu melihat sesuatu yang belum pernah mereka lihat, dan akan mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk.
Secara garis besar pendidikan Islam merupakan suatu proses beralihnya manusia dari manusia yang tidak berpendidikan menjadi manusia yang berpendidikan. Pendidikan dapat merubah dari suatu keadaan tertentu menuju keadaan yang lain, dari kita tidak mengetahui sesuatu menjadi kita mengetahui sesuatu.
 Seperti halnya saat kita masih bayi, masih dalam dekapan seorang ibu kita tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya bisa menangis, mengompol, dan lain-lain. Namun saat kita tumbuh dewasa dengan pendidikan dari orang tua kita, kita bisa belajar untuk menghargai sesuatu.
Pendidikan Islam saat ini belum mampu menanamkan nilai-nilai Islam dikalangana masyarakat. Sebagai contoh adalah pada zaman sekarang banyak para pelajar ataupun mahasiswa yang statusnya masih dididik, melakukan hal-hal yang melanggar dan merusak moral, misalnya maraknya narkoba, tawuran, perkelahian.
Hitam dan putihnya perjalanan hidup seseorang ditentukan dari salah satunya adalah faktor pendidikan. Dimana ketika manusia mengetahui tugas dankewajibannya melalui sarana pendidikan, maka dengan sendirinya dan sadar diri manusia akan menjalankan sesuatu yang diperintahkan dan menjahui sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.
Kondisi pendidikan yang demikian, khususnya pendidikan islam, maka  harus segera diatasi dengan cara menumbuhkembangkan pendidikan islam itu sendiri. Dalam mengatasi permasalahan itu tidak harus menemukan ide baru, akan tetapi bisa juga menghadirkan kembali tokoh-tokoh atau intelektual muslim yang bergelut dalam pendidikan islam dan memiliki kejayaan pada masa itu.
Dengan mempelajari atau mengetahui pemikiran kedua tokoh yang begitu cemerlang pada saat itu, kemungkinan besar akan memberikan dampak yang besar pula jika diterapkan pda zaman sekarang, tentu dengan adanya penyelarasan zaman.
 Kedua tokoh inilah yang pada perkembangan selanjutnya mampu merekonstruksi konsep pendidikan islam yang disesuaikan dengan realitas dan kebutuhan zaman.
Berdasarkan uraian di atas, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui sejarah dan pemikiran  kedua tokoh tersebut tentang Pendidikan Islam, sehingga penelitian ini berjudul �KOMPARASI PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN DENGAN K.H. HASYIM ASY�ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM�.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.         Bagaimana pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam?
2.         Bagaimana pemikiran K.H. Hasyim Asyari tentang Pendidikan Islam?
3.         Adakah perbedaan dan persamaan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dengan K.H. Hasyim Asy�ari tentang Pendidikan Islam?
C.     TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.         Untuk mengetahui pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam.
2.         Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari tentang Pendidikan Islam.
3.         Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy�ari tentang Pendidikan Islam.
D.    MANFAAT PENELITIAN
Berkaitan dengan judul diatas, maka manfaat yang dapat diambil dari berbagai masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagi pembaca
Agar pembaca mengetahui tentang sejarah kehidupan para tokoh tersebut. Dan agar mengetahui pemikiran kedua tokoh tersebut tentang Pendidikan Islam.
2.    Bagi penulis khususnya
Agar bisa dijadikan suri tauladan yang baik dan untuk menambah wawasan kita.
E.     DEFINISI OPERASIONAL
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis memandang perlu untuk menguraikan istilah-istilah yang terkandung dalam proposal skripsi yang berjudul �KOMPARASI PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN DENGAN K.H. HASYIM ASY�ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM�. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari salah pengertian serta dapat dipahami maksudnya. Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut :
           Komparasi(membandingkan) pemikiran
Memadukan (menyamakan) dua benda/ dua hal, atau Hasil sebuah kerja otak yang muncul sebuah ide dan sebagainya untuk mengetahui persamaan dan selisihnya., dan yang penulis maksud dalam karya ini adalah buah pikiran yang lahir dari K.H. A. Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari.
3.         K.H. Ahmad Dahlan
Salah satu tokoh yang penting di indonesia dan merupakan seorang pendiri organisasi Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H(bertepatan tanggal 18 November 1912 M). (Tim pembina Al-Islan dan Kemuhammmadiyaan, 1990: 3)
4.         K.H. Hasyim Asy�ari
Salah satu tokoh yang penting di indonesia. Ia adalah salah satu tokoh yang mendapatkan gelar pahlawan di mata pemerintah, ia adalah pendiri organisasi yang saat ini dianggap terbesar di indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (1926). (DR.Samsul Ma�arif, 2011:XV).
5.         Pendidikan Islam
Adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.

F.      METODOLOGI PEMBAHASAN.
       Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Jenis Penelitian
         Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu penelaahan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer, dan literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti.
2.      Sumber Data
         Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi ini adalah :
a.       Literatur, yaitu mempelajari beberapa buku yang ada hubungannya dengan judul skripsi sebagai kerangka dalam menunjang penulisan skripsi ini.
         K.H. Ahmad Dahlan:
-       Muhammadiyah dan Harapan Masa Depan. (Anwar Ali Akbar).
-       Matahari Pembaruan. (Rekan Jejak K.H. Ahmad Dahlan, Nasruddin Anshory CH).
-       Sang Pencerah, Novelis Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah. (Akmal Nasery Basral).
-       Dahlan Asy�ari, Kisah Perjalanan Wisata Hati. (Susatyo Budi Wibowo).
       K.H. Hasyim Asy�ari:
-       Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy�ari. (online)
-       Mutiara-Mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy�ari. (Samsu Ma�arif).
-       Penakluk Badai, Novel Biografi K.H. Hasyim Asy�ari. (Aguk Irawan).
-       Dahlan Asy�ari, Kisah Perjalanan Wisata Hati. (Susatyo Budi Wibowo).
b.      Data yang diperoleh berkaitan dengan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari dan juga hal-hal yang terkait dengan pendidikan islam.
3.      Teknik Pengumpulan Data
         Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu mengumpulkan sumber data primer dan sumber data sekunder.
         Data primer berupa data-data tentang riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari dan pemikiran dari keduanya tentang pendidikan Islam.
         Data sekunder berupa buku-buku yang berhubungan dengan hal tersebut.
4.      Teknik Analisa Data
         Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan teknik deskriptif, analitik, yaitu teknik analisa data yang menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi dan dengan metode berpikir :
      Komparasi (membandingkan):
Memadukan (menyamakan) dua benda/ dua hal, atau Hasil sebuah kerja otak yang muncul sebuah ide dan sebagainya untuk mengetahui persamaan dan selisihnya., dan yang penulis maksud dalam karya ini adalah buah pikiran yang lahir dari K.H. A. Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari.
      Syarat-Syarat Komparasi:
- kedua tokoh tersebut mempunyai tingkat ilmu yang setara.
- kedua tokoh tersebut mempunyai cita-cita dan tujuan yang sama.
- kedua tokoh tersebut sama-sama hidup pada masa penjajahan.
Jadi, kedua tokoh tersebut (K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari) memenuhi syarat untuk dikomparasikan.
G.    SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Penulis membagi penelitian ini menjadi beberapa bab yang terangkum dalam sistematika pembahasan berikut ini :
Bab pertama, berisi pendahuluan yang didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang gambaran umum pendidikan Islam, didalamnya terdiri dari, pengertian pendidikan Islam, konsep dasar pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, dan metode pendidikan Islam, media pendidikan Islam, dan evaluasi pendidikan Islam
Bab ketiga, berisi tentang pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam, didalamnya terdiri dari, riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan, pengertian pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan,  tujuan pendidikan Islam, dasar pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam, materi pedidikan Islam.
Bab keempat, berisi tentang pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari, yang didalamnya terdiri dari, riwayat hidup K.H. Hasyim Asy�ari, pengertian pendidikan islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari, tujuan pendidikan Islam, dasar pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam, etika pendidikan Islam, materi pendidikan Islam.
Bab kelima, berisi tentang perbedaan dan persamaan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy�ari tentang pendidikan Islam.
Bab keenam, berisi penutup, yang didalamnya terdiri dari simpulan,  saran dan kata penutup.






BAB II
PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A.    Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiarvx9aNYpbGMC4ujiCQTCIYw_Q5obpWxERxiXVq2aAJ-PuZr3UQ8kSZ6afebk-pVJQEKxaZWPtjoAOYxJabyoHY45WZ322JusPPSpvSVLqB7RW6zKXQ0fFKYZgM3ONZvwn0v1vD7tjWiD/s200/index.jpegKyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Ayahnya adalah Kyai Haji Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. K.H. Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Dalam silsilahnya, K.H. Ahmad Dahlan termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa. (http://adji-anginkilat.blogspot.com, 2010)
            K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang anak yang mempunyai rasa keingintauhan tentang agama yang begitu besar, buktinya sejak kanak-kanak K.H. Ahmad Dahlan diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama), yang ada di dalam masyarakatnya. (M. Djindar Tamimy, 1990: 4).
            Semenjak kecil,  Ahmad Dahlan diasuh dan di didik sebagai putera kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Quran, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dengan begitu, tak heran jika dalam usia relatif muda, K.H. Ahmad Dahlan telah menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
            Di kala mudanya, K.H. Ahmad Dahlan terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas. Memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama yang diterimanya dipilih secara selektif. . . . (Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyaan, 1990: 4).
            Pada saat K.H. Ahmad Dahlan sudah tumbuh dewasa, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai upaya penyempurnaan pemikiran beliau dalam melaksanakan islam dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. (M. Djindar Tamimy, 1990: 3).
            Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H (bertepatan tanggal 18 November 1912 M), Muhammadiyah diresmikan menjadi organisasi persyarikatan dan berkedudukan di Yogyakarta, dipimpin langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan sendiri sebagai ketuanya. (M. Djindar Tamimy, 1990:  3).
            Karena umumnya orang mengatakan bahwa sumber Agama Islam di Makkah. Maka pada tahun 1883 M, dalam usia 15 tahun, K.H. Ahmad Dahlan mempunyai tekad menunaikan ibadah haji untuk menimba ilmu agama yang lebih baik lagi. (M. Djindar Tamimy, 1990:5)
            Pada tahun tersebut, K.H. Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji yang pertama dalam rangka menuntut ilmu lebih banyak lagi. Ketika Dahlan pulang dari haji yang pertama, beliau sudah mulai meluaskan pemikirannya mengenai agama. Dalam rangka untuk mencari pemahaman Islam yang sebenarnya, maka beliau mengadakan pertemuan dengan para kyai dan sebagainya.
            Merasa tidak puas dengan hasil kunjungan yang pertama, maka pada tahun 1902, dalam usian 35 tahun, ia berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, K.H. Ahmad Dahlan banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Pada saat itu pula, Ahmad Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al Din al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya, yang menganjurkan untuk kembali kepada Al-Qur�an dan As-Sunnah.
     Tidak berapa lama dari kepulangannya ke tanah air, K.H. Ahmad Dahlan menikah dengan Walidah. Kiai Pcnghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya sampai akhir hayatnya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu, Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
     Menurut cacatan sejarah, sebelumnya K.H. Ahmad Dahlan pernah menikahi dengan Nyai �Abdullah, janda dari H. Abdullah. K.H. Ahmad Dahlanjuga pernah menikahi dengan Nyai Rum, adik Kiai Munawwir Krapyak.K.H. Ahmad  Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dwngan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. K.H. Ahmad Dahlan pula menikah dengan Nyai Yasin dari Pakualaman, Yogyakarta. (HM. Nasruddin Anshoriy Ch, 2010:55)
Semenjak ayahnya wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat sebagai pengganti ayahnya menjadi ketib Masjid Agung Kauman Yogyakarta, karena dianggap memiliki persyaratan yang secara konvensional disepakti dikalangan masyarakat. Setelah menjadi abdi dalem, oleh teman seprofesinya dan para kiai, K.H. Ahmad Dahlan diberi gelar Ketib Amin (khatib yang dapat dipercaya). Selain K.H. Ahmad Dahlanmenjadi ketib Masjid Agung Kauman, K.H. Ahmad Dahlanjuga berdagang tekstil ke Surabaya, Jakarta, bahkan sampai ke tanah seberang (Medan). Kendatipun sibuk dengan urusan bisnis, ia tetap menambah ilmu dengan mendatangi ulama serta memperhatikan keadaan umat Islam ditempat yang ia singgahi.
            K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Pebruari 1923 M atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.
            Begitulah sedikit penjelasan tentang salah satu sosok tokoh yang membawa pengaruh dalam kehidupan ini. Sosok kehidupan K.H. Ahmad Dahlan yang begitu mengutamakan pendidikan dan menuntut ilmu, karena beliau bercita-cita untuk melakukan pembaharuan yang berpedoman dengan Al-Qur�an dan As-Sunnah.
            Tak ada kata lelah dan capek pada diri beliau, yang ada hanyalah rasa keingintahuan yang sangat besar tentang agama, rasa semangat yang begitu besar.
B.     Pendidikan Islam Menurut K. H. Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan uamt. (Prof. Dr. H. Ramayulis, dkk, 2011: 329)
Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
A.    Pengertian Pendidikan Islam Menurut K. H. Ahmad Dahlan
Banyak sekali pandangan atau pendapat K. H. Ahmad Dahlan tentang pengertian pendidikan Islam, diantaranya adalah:
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan adalah upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis. Dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah termaktub dalam syari�at Islam.
Definisi tersebut sudah sangatlah jelas, bahwa kedatangan K.H. Ahmad Dahlan membawa perubahan dan pembaharuan dalam pemikiran masyarakat waktu itu, dimana pola pikir masyarakat pada saat penjajahan Belanda dan Jepang meguasai Indonesia, pola pikir mereka statis dan sulit untuk berkembang. Hal ini merupakan salah satu bentuk rekayasa yang dibuat oleh para penjajah agar masyarakat Indonesia tidak melakuakn hal-hal yang dikhawatirkan oleh penjajah, misalnya perlawanan, dan lain sebagainya.
Selain itu Pendidikan Islam menurut perspektif K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan suatu sarana dan upaya sadar yang dilakukan dalam rangka mengentaskan pikiran manusia yang statis menuju pemikiran yang dinamis yang bertujuan melahirkan manusia yang siap tampil sebagai ulama-intelekdan intelek ulama yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani dan rohani yang tetap mendasarkan semua itu pada Al-Qur�an dan Hadits.
B.     Tujuan Pendidikan Islam Menurut K. H. Ahmad Dahlan
     Arus dinamika pembahruan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karean pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat.
      Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
K.H. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhrat ini kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik.
      Seseorang yang memiliki kepribadian yang baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur�an dan Hadis. Karena Nabi merupakan contoh pengalaman Al-Qur�an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenankan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi. (Prof. Dr. H. Abuddin Nata, 2005: 102)
      Selain  itu, K.H. Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan material. Oleh karena itu pedidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup.
      Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesunggunya K.H. Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
      Selain itu KH. Ahmad Dahlan juga berpendapat bahwa, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.((Prof. Dr. H. Ramayulis, dkk, 2011: 329)
       Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda.
       Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
      Melihat ketimpangan tersebut K.H. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa K.H. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
     Sedangkan Tujuan pendidikan tersebut adalah �Terwujudnya       manusia Muslim�
        Dan didalam al-qur�an mengajarkan kepada kita bahwa:
  Allah menciptakan manusia dan memberikan tuntunan (supaya hidup sehat, sejahtera, bahagia) dan memimpinnya. (QS. al-A�la: 2 dan 3)
  Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang mukmin. (Qs. Al-Baqarah: 2)
     Dalam buku �Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah� (1978: 206), Muhammadiyah merumuskan tujuan Pendidikannya ke dalam:
         Pendidikan moral yang berorientasikan pada penanaman karakter manusia dengan berdasarkan Qur�an dan Sunnah.
         Pendidikan individu yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran individu yang integrated, keseimbangan antara perkembangan jasmani dan mental, intelektual dan keyakinan, rasio dan rasa, serta dunia dan akhirat.
         Pendidikan kemasyarakatan yang difokuskan untuk menumbuhkan solidaritas sosial sebagai modal hidup bermasyarakat.
     Sedangkan tujuan Muhammadiyah dalam lapangan pendidikan yans sesuai dalam buku matahari pemabaharuan adalah membentuk manusia muslim yang cakap, berakhlak mulia, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat.
Jadi dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam dalam perspektif K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) adalah tidak hanya membentuk manusia yang intelektual saja, tetapi juga manusia muslim, manusia moralis, dan manusia yang berwatak. (HM. Nasruddin Anshoriy, 2010: 111)
C.     Dasar Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan
      Dalam setiap ucapan, prilaku atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia hendaknya mempunyai dasar ataupun landasan yang memperkuat dari setiap ucapan, prilaku dan kegiatan yang dilakukannya. Karena dengan dasar atau landasan itulah ucapan, prilaku dan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan.
      Dalam memahami agama, K.H. Ahmad Dahlan selalu berpegang pada prinsip Al-Qur�an dan al-Sunna serta akal yang sehat sesuai dengan jiwa agama Islam. Karena hanya dengan itulah nilai-nilai Islam akan termanifestasi dalam setiap kegiatan kehidupan manusia. Dengan berlandaskan pada prinsip pemahaman agama tersebut, maka akan dapat menimbulkan kesadaran yang berupa keyakinan dan cita-cita yang terpancar dari diri K.H. Ahmad Dahlan. 
      Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Dasar suatu bangunan adalah fondamen yang menjadi landasan bangunan tersebut agar bangunan itu tidak roboh.
Demikian pula dengan landasan pendidikan Islam, yaitu fondamen yang menjadi landasan asas agar pendidikan Islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh karena tiupan angin kencan yang berupa idiologi yang muncul baik sekarang atau yang akan datang.
K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumbernya, yaitu Al-Qur�an dan Hadis. K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik-beratkan pada pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa berdasarkan Al-Qur�an dan Hadits. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat manusia.  
        Pendidikan muhammadiyah yang telah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan mempunyai ciri dan identitas islam yaitu: Dasar Pendidikan: Islam, yang bersumber dari al-Qur�an dan Sunnah Rasul.
        Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan  masyarakat zamannya mempunyai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur�aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur�an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat.
Al-Qur�an merupakan sumber atau komponen dasar yang digunakan K.H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sekolah dengan merubah atau memperbaruhi sistem pendidikan. Dalam Al-Qur�an banyak ayat yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan. Sebagaimana di bawah ini, yaitu:
            Dalam Surat Lukman ayat 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20 dan surat-surat yang lain memberikan petunjuk bahwa Pendidikan Islam itu harus mengandung komponen dasar yang terdiri dari:
1.      Tauhid (Lukman ayat 13) jangan musyrik.
2.      Ibadah (Lukman ayat 17) mengamalkan sholat, menyuruh pekerjaan yang baik.
3.      Akhlaq (Lukman ayat 16, 18)
4.      Menggunakan akal/ ilmu pengetahuan (Lukman ayat 20, Al Mujadalah ayat 11, Fathir ayat 28)
5.      Amal sholeh/ keterampilan bekerja (Lukman ayat 16, 17, Insyiqaq ayat 60)
Pendidikan Islam menurut ajaran islam itu universal, berlaku untuk semua bangsa yang memeluk agama Islam. Dalam sekolah Muhammadiyah, dimasuki pendidikan pancasila (PMP) dan pendidikan Al-Islam yang meliputi: tauhid, ibadah, akhlaq, dan ilmu pembantu dalam pendidikan agama Al-Islam.
Dari sumber-sumber di atas, dapat dipahami bahwa landasan pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah Al-Qur�an dan Hadis, maka dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam juga sebagaimana yang ditetapkan oleh Al-Qur�an yaitu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi, dalam ungkapan lain disebut dengan rehumanisasi yaitu mengembalikan kedudukan manusia kepada kedudukan sebenarnya yaitu seagai hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam tersebut, manusia harus mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan. Potensi diri itu sebagaimana yang dianugerahkan  oleh Allah antara lain: fitra beragama, potensi akal, roh, qalbu, dan nafs.   
D.    Sistem Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan
      Sistem pendidikan Muhammadiyah berada di dalam sistem pendidikan Indonesia dan di dalam kebudayan bangsa Indonesia yang berkembang.
Dalam buku yang berjudul Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam dijelaskan bahwa:
�Muhammadiyah mengunakan dua sistem. Pertama, sekolah yang mengikuti pola gubernemen yang ditambah dengan pelajaran agama. Kedua, mendirikan madrasah yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama. (Suwendi, M. Ag, 2004:97)
     Pada sistem pertama, guru-guru pribumi dilibatkan dalam sekolah itu sebagai pelajaran dengan silabus modern yang memasukkan pelajaran umum dan agama yang berdasarkan pelajaran bahasa Arab dan tafsir. Sekolah yang dibangun K.H. Ahmad Dahlan itu agaknya sama dengan sekolah setingkat dalam sistem pendidikan pemerintah Hindia Belanda.
     Sedangkan sistem yang kedua adalah sistem madrasah dengan banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Di antara madrasah Muhammadiyah yang cukup berjasa dan didirikan pada masa penjajahan adalah sebagai berikut:
      Kweekschool Muhammadiyah,
      Mu�allimin Muhammadiyah,
      Mu�allimat Muhammadiyah,
      Zu�ama/Zu�imat,
      Kulliyah Muballighin/Muballighat,
      Tabligh School,
      H.I.K. Muhammadiyah. (Suwendi, M. Ag, 2004:99)
            Paling tidak ada dua format pengembangan Pendidikan Muhammadiyah, yaitu [1] madrasah yang menyerupai sekolah Belanda dengan menggabungakan antara muatan-muatan keagamaan dan nonkeagamaan, dan [2] madrasah diniyah (keagamaan) yang lebih menekankan pada muatan-muatan keagamaan dan menambahkan muatan-muatan umum secara terbatas.
     Akan tetapi yang demikian ini kiranya belum pernah diterapkan di Indonesia secara penuh. Karena, pendidikan itu sendiri adalah suatu produk dari manusia yang kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh alam kebudayaan masyarakat.
K.H. Ahmad Dahlan ingin memperbaruhi sistem pendidikan Islam, karena K.H. Ahmad Dahlan mengetahui bahwa umat Islam tertinggal secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sektor-sektor pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta. Hal itu terjadi karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk.
     Berkaitan dengan hal itu maka  K.H. Ahmad Dahlan berusaha memperbaiki dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini K.H. Ahmad Dahlan mengutip dalam Qs. Al-Ra�d: 13, yang artinya: sesunggunya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka.
     K.H. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa Muslim tradisionalis terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Sikap semacam ini mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kemunduran Dunia Islam, sementara kelompok yang lain telah mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi. (Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.,2005: 103) 
     Upaya mewujudkan visi, misi, dan tujuan pendidikan, terlebih dahulu K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Yang salah satunya program unggulan organisasi ini adalah dalam bidang pendidikan. Sekolah Muhammadiyah didirikan satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai senuah organisasi yang berdiri.
     Pada tahun 1911 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuh madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum Muslimin terhadap pendidikan agama dan pada saat yang sama bisa memberikan mata pelajaran umum.
     Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, terdorong oleh rasa kebangsaan dan keinginan mempelajari tata organisasi. K.H.  Ahmad Dahlan memasuki perkumpulan Budi Utomo pada tahun 1909 dan menjadi salah seorang pengurusnya. Di sini K.H. Ahmad Dahlanmemberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya.
     Dengan jalan ini K.H. Ahmad Dahlan mengharapkan akan dapat memberikan pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah pemerintah. Sebab anggota-anggota Budi Utomo itu pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan kantor-kantor pemerintah. (HM Nasruddin Anshoriy Ch, 2010:54)
     Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang diberikan Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sendiri sekolah secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen.
     Proyek yang pertama diwujudkan dalam bentuk pendirian sekolah di rumahnya. Di sekolahan ini pendidikan agama diberikan oleh K.H. Ahmad Dahlan sendiri, sementara untuk pelajaran umum diajarkan oleh seorang anggota Budi Utomo yang juga menjadi guru di sekolah pemerintah
     Pendirian organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 M, turut mempercepat pendirian sekolah-sekolah baru dengan model yang baru. Yaitu dengan berusaha maksimal untuk menyelenggarakan pendidikan yang balance antara jasmani, intelektualitas, pemikiran, dan hal-hal duniawiah lainya dengan rohani, keyakinan, perasaan keakhiratan dalam bingkai long life educationsehingga mampu menciptakan intelektual yang ulama. (Anwar Ali Akbar, dkk, 2002: 32)
     Sebelum mendirikan Organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan aktif di berbagai perkumpulan, seperti Al-Jami�at Al-Khairiyyah (organisasi masyarakat Arab di Indonesia), Budi Utomo dan Sarekat Islam. Ia termasuk salah seorang ulama yang mula-mula mengajar agama Islam di Sekolah Negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta dan OSVIA di Magelang.
     Selanjutnya, pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.
     Sebagai jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa merespon tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi pendidikan model Barat, karena sistemnya dipandang �yang terbaik� dan disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Dengan kata lain, ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak diarahkan kepada pemahaman �agama mistis� melainkan menghadapi dunia secara realitis.
     Sistem pendidikan modern yang menganut sistem klasikal dengan kurikulum yang rapi, evaluasi yang berkala, dan kedisiplinanyang tinggi, berbeda halnya dengan sistem pendidikan tradisional yang menganut sistem lesehan, dan sorongan (non klasikal) dengan kurikulum yang tidak teratur, tidak evaluatif, dan kedisiplinan yang rendah. (Anwar Ali Akbar, dkk, 2002: 33)
     Baik sistem pendidikan modern ataupun sistem pendidikan tradisional,  keduanya sama-sama berpeluang untuk memberikan implikasi bagi rusaknya proses kehidupan bermasyarakat di masa yang akan datang. Oleh karena itulah K.H. Ahmad Dahlan menggelindingkan model pendidikan �baru� yang dirancang dengan pragmatis, praktis, dan sederhana, yang bersifat egaliter, populis, serta tetap bernafaskan mata pelajaran keagamaan (Islam).
     Artinya, dalam penyelenggaraan pendidikan, Muhammadiyah (K.H. Ahmad Dahlan) berusaha untuk menghapus akumulasi pendidikan agama sentris dan profan sentris untuk kemudian menggabungkannya menjadi sebuah pendidikan yang konprehensif. (Anwar Ali Akbar, dkk, 2002: 34)
     Jadi, lembaga pendidikan (sekolah) yang dirintis oleh Muhammadiyah pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang integrated atau tidak terjebak pada split oriented yang diselenggarakan dengan kurikulum sistematis, evaluasi berkala, dan kedisiplinan tinggi yang bertujuan untuk menciptakan generasi yang cerdas dan terampil (intelektual) sekaligus alim (ulama). Anwar Ali Akbar, dkk, 2002: 34)
     Sekolah yang pertama didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1911 di Kauman, Yogyakarta. Selain murid laki-laki, sekolah ini juga mempunyai murid perempuan (co-education) yang diajar dengan menggunakan papan tulis, dan kapur, bangku-bangku, serta alat-alat peraga.
     Di sekolah ini, selain belajar agama, siswa juga belajar ilmu pengetahuan yang disajikan oleh guru dengan menggunakan metode barat. Adapun langkah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam rangka perluasan (extension) Sekolah ini adalah dengan mendirikan standard school di Suronatan. Selanjutnya standard school ini menjadi sekolah khusus untuk laki-laki, sedangkan sekolah yang di Kauman dikhususkan untuk perempuan.
     Muhammadiyah melakukan perubahan sistem pendidikan Islam dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman. Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
     Sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah selalu mengikuti stelsel pengajaran pemerintah Hindia Belanda. Karena itu banyak sekolah-sekolah Muhammadiyah mendapat subsidi dari pemerintah Belanda.
     Selain pembaharuan dalam bidang pendidikan K.H. Ahmad Dahlan berusaha untuk menggeser arah kiblat dari arah sebelumnya. K.H. Ahmad Dahlan yakin bahwa arah kiblat yang selama ini salah tidak sesuai dengan apa yang K.H. Ahmad Dahlan  pelajari. 
     Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya.
     Lalu K.H. Ahmad Dahlan membangun Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga K.H. Ahmad Dahlaningin meninggalkan kota kelahirannya.
Namun hal itu dihalangi oleh saudaranya, maksudnya dengan membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudah mentradisi.
     Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap �berbeda� dari tradisi yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diyakini.
     Setelah peristiwa tersebut, pada tahun 1903 M, atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. K.H. Ahmad Dahlanmenetap di Makkah selama dua tahun. Bahkan K.H. Ahmad Dahlan pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan.
     Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920an masjid masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Raya �Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge.
     Setelah ayahnya (yang bernama Abu Bakar) meninggal dunia, K.H. Ahmad Dahlan diangkat menjadi seorang khotib/ketib besar di Masjid Keraton Yogyakatra. Saat K.H. Ahmad Dahlan menjadi khotib, K.H. Ahmad Dahlan mengatakan bahwa yang paling mendukung do�a kita kepada Allah adalah sabar dan ikhlas, bukan karena kyai, khotib, ataupun sesaji.
     Keinginan Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum terwujud pada tahun 1911. Sekolah pertama dimulai dengan murid yang  sangat minim, yaitu 8 orang siswa.
     Ruangan sekolah tidak terlalu luas, sekolahan yang bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x6 m, dan K.H. Ahmad Dahlan sendiri yang bertindak sebagai seorang guru. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan lancar. Banyak sekali hambatan-hambatanhya, diantaranya ada pemboikotan dari masyarakat sekitar, dari 8 orang siswanya ada beberapa yang sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, K.H. Ahmad Dahlan tidak segan-segan untuk berkunjung ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali.
     K.H. Ahmad Dahlan gigih perjuangan seorang tokoh kita, hingga membuahkan hasil yang sangat pesat setelah bekerja keras selama setahun. Tepatnya tanggal 1 Desember 1911, sekolah yang didirkan Ahmad Dahlan diresmikan dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
     Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa. Enam bulan kemudian, terdapat 62 orang siswa yang belajar  di sekolahan tersebut. Sekolah Muhammadiyah lahir dan berkembang berkat keuletan K.H. Ahmad Dahlan, yang mengajari anak-anak didiknya sendiri, beliau disamping mengajari tentang ilmu agama, K.H. Ahmad Dahlan pun mengajari tentang ilmu pengobatan. K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolahan tersebut mencontoh model sekolah di negeri Belanda.
     Dahulu sebelum K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah, tidak ada sekolah yang mempunyai bangunan yang layak, ada meja, kursi, papan tulis, dan lain-lainnya. K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dengan sarana-prasarana yang cukup memadai. Dialah sosok tokoh yang sangat berjasa didalam bidang pendidikan di desa kauman.
     Sekolah Muhammadiyah yang banyak mendapatkan bantuan dari para intelektual nasional secara umum adalah AMS Muhammadiyah (Algameene Middelbare School). Di AMS, pengetahuan umum diajarkan secara menarik dan inovatif sehingga dapat menarik dan memotivasi masyarakan untuk terus belajar.
     Akhirnya dari data perjalanan perjuangan dan perkembangan pendidikannya, dapat dilihat bahwa Muhammadiyah sekarang telah memiliki lebih dari 10.000 lembaga pendidikan, yaitu: 3.000 Taman Kanak-kanak, 5.000 Sekolah Dasar, 2.000 Sekolah Menengah (baik pertama maupun atas), serta 165 Perguruan Tinggi.
     Kesemuanya merupakan lembaga pendidikan yang berparadigmakan pendidikan integrated dengan keterpaduan yang serasi dan seimbang antara materi profan dengan materi sakralyang terbingkai dalam sebuah kurikulum yang rapi dan selalu terevaluasi.
     Selain mendirikan sekolahan, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi Muhammadiyah. Ayat Al-Qur�an telah memberi inspirasi beliau untuk mendirikan organisasi tersebut. Ayat itu telah menjadi motto Muhammadiyah. Muhammadiyah dipandang sebagai �segolongan dari kamu�, yang ditujukan untuk mengajak kepada �amar ma�ruf, nahi �anil munkar�.
     Dengan kesibukannya menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga tak lupa akan tanggung jawab pada  keluarga. Selain dikenal menjadi seorang guru, K.H. Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik.
     Jadi dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa K.H. Ahmad Dahlan melakukan perubahan sistem pendidikan Islam dengan mengikuti pola gubermen (sekolah yang menyerupai sekolah Belanda dengan menggabungkan antara ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum.
E.     Materi Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan
      Menurut K.H. Ahmad Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur�an dan Hadis, membaca, berhitung, ilmu bumi, dan mengambar. Materi Al-Qur�an dan Al-Hadis meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam membentuk nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur�an dan Hadis menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamikia kehidupan, dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti). (Prof. Dr. H. Ramayulis, dkk, 2011: 332)
      Materi Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah materi-materi tentang pelajaran Agama Islam dengan cabangnya dan ilmu pengetahuan umum. Sebagaiman yang disebutkkan dalam buku �Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha� bahwa:
Menurut HS. Prodjokusumo bahwa:
       �Para cendekiawan Islam, Ulama mengembangkan sistem pendidikan di tengah-tengah alam budaya di jaman itu, yaitu sistem surau dan pondok pesantren atau sistem berguru. Perguruan tersebut menitikberatkan kepada pelajaran Agama Islam dengan cabangnya. Di samping itu, pelajaran atau latihan untuk ketahanan pribadi lahir dan batin, dan pemberian bekal hidup lainnya dengan latihan praktek seperti seni beladiri atau keprajuritan, bercococok tanam, pertukangan, kesenian, dan sebagainya. Sistem ini berjalan berabad-abad, bahkan setelah penjajah Belanda masuk di Indonesia pun sistem ini tetap bertahan.� (1990:167)
            Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a.       Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur�an dan As-Sunnah.
b.      Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c.       Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
             Di sekolah ini, selain belajar agama, siswa juga belajar ilmu pengetahuan yang disajikan oleh guru dengan menggunakan metode barat. Di samping itu ilmu kesehatan juga pernah diajarkan kepada murid-muridnya oleh K.H. Ahmad Dahlan sendiri.
     Segi menarik yag lain dari sekolah Muhammadiyah adalah dalam hal pemisahan Bahasa Arab sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Hal ini merupakan langkah yang menentukan dalam pandangan kaum pembaharu. Di pondok pesantren, bahasa Arab diajarkan sebagai bagian membaca Al-Qur�an. Setelah mempelajari huruf arab dan cara pengucapan, ayat-ayat Al-Qur�an dipelajari secara urut, dan tafsir ayat-ayat tertentu diberikan dalam bahasa Jawa. Tidak ada pengajaran bahasa Arab sebagai bahasa.
     Namun sekolah Muhammadiyah mengajarkan bahasa Arab sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Metode baru yag diajarkan oleh Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur�an dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri.
     Dengan sistem pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang berkepribadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja. 
     Selain membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah yang dipimpin oleh K. H. Ahmad Dahlan, K. H. Ahmad Dahlan juga mengembangkan program pendidikan agama untuk masyarakat umum, baik yang dilakukan melalui pengajian-pengajian maupun kursus-kursus yang lebih formal. Misalnya Muhammadiyah menyelenggarakan kursus pendidikan agama untuk siswa sekolah pemerintah yang tidak mendapatkan pendidikan agama. Muhammadiyah juga menyelenggarakan pengajian-pengajian mingguan atau bulanan di samping menjalankan usaha penerbitan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan. (Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.,2004: 105) 



    




    

BAB III
PEMIKIRAN K.H. HASYIM ASY�ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A.    Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy�ari
Description: Biografi KH Hasyim AshariK.H. Hasyim Asy�ari adalah salah satu tokoh yang penting di Indonesia. Dia adalah salah satu tokoh yang mendapat gelar Pahlawan di mata pemerintah, ia adalah pendiri organisasi yang saat ini dianggap terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (1926).
                        K.H. Hasyim Asy�ari adalah lahir dikalangan yang mempunyai pegangan atas tradisi, terutama sunni dan pesantren. Selain itu ia adalah orang yang juga mengidolakan atau menjadikan Makkah sebagai pusat ibadah sekaligus pusat ilmu sebagaimana para pendahulunya.
         Nama asli K.H. Hasyim Asy�ari adalah Muhammad Hasyim, sedangkan nama Asy�ari adalah nama ayahnya. Ia dilahirkan pada 24 Dzulqadah 1287/14 februari 1871 di desa Gedang, sekitar 2 kilometer dari arah timur Jombang. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafi�ah, Ahmad Shaleh, Radiah, Hassan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maskum Nahrawi dan Adnan. Ibunya adalah anak pertama dari lim bersaudara Muhammad, Leher, Fadil, dan Nyonya Arif. (Lathiful Khuluq, 2000: 14)
         Sedangkan nama lengkap K.H. Hasyim Asy�ari adalah Muhammad Hasyim Asy�ari ibn �Abd al-Wahid ibn �Abd al-Halim, yang mempunyai gelar Pangeran  Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijoyo ibn Abdullah ibn Abdu al-�Aziz ibn Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari Raden �Ain al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. (Suwendi, 2004: 135-136)
         K.H. Hasyim Asy�ari di beri gelar atau di panggil dengan sebutan Hadratus Syaikh Hasyim Asy�ari. Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy�ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya.
         Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy�ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri.
         Bakat kepemimpinan K.H Hasyim Asy�ari sudah tampak sejak masa kanak- kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.
         Sikap yang digambarkan diatas inilah yang membuat K.H. Hasyim Asy�ari disenangi oleh teman-temanya, sehingga teman-temannya sejak kecil banyak dan juga karena K.H. Hasyim Asy�ari melindungi teman sepermainannya yang teraniaya dan mungkin tidak memiliki keberanian untuk melawan. Hal yang lebih disukai lagi oleh teman-temannya adalah teguran dan peringatan yang dilakukannya itu dengan lemah lembut, kata-kata yang manis, dan tingkah laku yang tidak menyakitkan hati. Inimenjadikan orang yang melakukan kesalahan tidak merasa tersudutkan dan sakit hati, malah justru akan timbuk kesadaran dalam dirinya sendiri untuk memperbaikinya.
         Prilaku yang tertanam seak kecil ini tetap bertahan sampai akhir hayatnya. Hal ini menjadikan K.H. Hasyim Asy�ari layakmenjadi pemimpin yang kharismatik dengan keadilannya menegakkna hukum dan sikap anti kekerasan dalam mengubah kejahatan menjadi kebaikan. Oleh sebab itu, tidak heran jika sejak kecil K.H. Hasyim Asy�ari dipatuhi oleh teman-teman sepermainanya dan di masa matangnya menjadi ulama tersohor dengan jutaan umat yang menghormatinya.
         Sifat dan karakter pemberani yang tidak pernah takut untuk membenarkan hal-hal yang beliau rasa salah dan mempunyai kecerdasan yang luar biasa inilah yang kelak menjadikannya beliau disukai guru-gurunya. Yang pada akhirnya, K.H. Hasyim Asy�ari dinikahkan dengan putri dari Kiai-Kiai tersebut.
         Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur�an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K.H. Hasyim Asy�ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. K.H Hasyim Asy�ari berguru kepada K.H. Ya�kub yang merupakan kiai di pesantren tersebut. (Suwendi, 2004: 136)
                        Kiai Ya�kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy�ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy�ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.H. Ya�kub tersebut.
         Setelah menikah, K. H. Hasyim Asy�ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K.H. Hasyim Asy�ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K.H. Hasyim Asy�ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi�iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
         Disaat K.H. Hasyim Asy�ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.
         K.H. Hasyim Asy�ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid �Abd Allah Al-Zawawi,  Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani. (Abuddin Nata, 2005: 116)
         Selama di Makkah yang kedua kalinya K.H. Hasyim Asy�ari belajar dari beberapa guru yang alim yang ada di sana baik yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar Indonesia. Diantara gurunya adalah:
1.         Syaikh Mahfudz al-Tirmisi (w.1338/1919), dia dikenal luas oleh para santrinya sebagai seorang yang ahli dibidang Hadis dan ulum al-Hadis. Ia juga mempunyai ijazah seluruh sanad Shahih al-Bukhari. Dari gurunya ini K.H. Hasyim Asy�ari memperoleh ijazah untuk menagjarkan Bukhari.
2.         Syaikh Nawawi al-Bantani (w.1314/1897). Ia adalah guru yang mendapatkan gelar Sayyid ulama al-Hijaz.  Ia juga pernah mengajar di Makkah dan Madinah, bahkan pernah mengajar  di 17 Negara dan tokoh yang produktif dalam menulis buku.
3.         Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860-1916 M). Ia adalah menantu Syaikh Shaleh Kurdi, pedagang kitab yang kaya di Makkah, dan beliau juga seorang khatib dan mengajar di Masjid Al-Haram bermazhab Syafi�i. Dari Khatib, K.H. Hasyim Asy�ari mengenal pemikiran Abduh sebagaimana pendiri MuhammadiyahShmad Dahlan.
4.         Syaikh Abdul hamid al-Daghastani.
5.         Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi, Syaikh Ahmad Amin al-Aththar, Syeikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmatulla, Syaikh Shaleh Ba Fadhal. Dan masih banyak lagi gurunya. (Samsul Ma�arif, 2011: 73-74) 
          Dalam catatan sejarah, riwayat hidup K.H. Hasyim Asy�ari pernah menikah sebanyak tujuh kali, diantaranya dengan Khadijah, putri Kiai Ya�qub Siwalan Panji, Nafisah, putri Kiai Ramli Kediri, Nyai Priangan di Makkah, Masrurah, saudara Kiai Ilyas Kapurejo Kediri, Nafiqoh, putri Kiai Ilyas Sewulan Madiun.
         Dari pernikahan K.H. Hasyim Asy�ari dengan ketujuh istrinya, K.H. Hasyim Asy�ari mendapatkan putra-putri  adalah Hannah, Khairiyah, Aisyah, Izzah, Abdul Wahid, Hadifz, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, dan Muhammad Yusuf. Sedangkan pernikahannya dengan Nyai Masrurah K.H. Hasyim Asy�ari dikaruniai empat anak, yaitu Abdul Kadir, Fatimah, Chadijah, dan Ya�qub. (Samsul Ma�arif, 2011: 90)
         Dengan begitu banyaknya anak, maka K.H. Hasyim Asy�ari secara otomatis mampu mencetak banyak generasi yang dapat menggantikan keduukannya ketika K.H. Hasyim Asy�ari telah meninggalkan dunia fana� ini. Bukan hanya K.H. Hasyim Asy�ari yang dinikahkan dengan  beberapa anak Kiai dan beberapa anak orang yang cerdas pada saat itu, melainkan diantara anak-anaknya juga dinikahkan dengan anak para Kiai dan orang yang cerdas pada saat itu juga.
         Keberhasilan K.H. Hasyim Asy�ari mendidik anak-anaknya, jika dilihat dari sudut pandang sistem pendidikan klasik, dikarenakan kepedulian orang tua terhadap nasib pendidikan anak orang lain. Namun jika dilihat dari sudut saran Nabi muhammad Saw atas pemilihan jodoh, maka adalah tepat jika keturunan K.H. Hasyim Asy�ari menjadi tokoh besar dan sukses. Sebab, secara genealogi K.H. Hasyim Asy�ari adalah keturunan darah biru Jawa, dan K.H. Hasyim Asy�ari adalah orang yang cerdas sehingga dapat memberikan keturunan (gen) cerdas pula.
         K.H. Hasyim Asy�ari adalah tokoh yang tidak hanya mampu mendidik dan mencetak kader namun juga mampu mencetak generasi dari darahnya sendiri sebagai kader yang unggul.
         K.H Hasyim Asy�ari tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K.H. Hasyim Asy�ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, K.H Hasyim Asy�ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama.
         K.H Hasyim Asy�ari adalah figur pencetak kader-kader Islam yang militan. Hal ini terbukti dengan menganjurkan para santri untuk masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang di bentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. K.H Hasyim Asy�ari mendirikan NU sebagai corong masyarakat grass root pada masa itu dan sampai detik ini, yang berkembang ke seantero Nusantara dengan tetap berpijak pasa lima prinsip.
         Lima prisip itu adalah. Pertama,moderat, tidak terlalu ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Kedua, toleran, dalam artian dapat hidup berdampingan secara damai dengan berbagai pihak sekalipun berbeda dalam bidang akidah dan keyakinan. Ketiga, remorfatif, dimana segala daya dan upaya mengarah secara terus-menerusuntuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Keempat, dinamis, sehingga selalu up to date dan mampu mengkonstekstualisasikan diri dengan tuntutan jaman. Kelima, setia dengan pemikiran metodelogis, dan tetap berpijak pada manhaj yang sudeah disepakati di internal NU. (Aguk Irawan, 2012: xxviii-xxix)
         KH. Hasyim Asy�ari (1871-1947) adalah salah seorang tokoh Islam Indonesia yang hidup pada masa penjajahan Belanda, jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy�ari adalah satu-satunya ulama Indonesia yang mendapatkan gelar begitu terhomat di mata umatnya, Hadlrah Al-Syaikh. (Dhofier, 1994: 92)
         Pemberian gelar ini dikarenakan intelektualnya yang begitu besar dan mampu menjalin bahkan memperkuat pemikiran umat Islam Indonesia dalam melawan penjajahan. Dalam melawan penjajahan beliau juga menggunakan beberapa metode yang lebih halus dan penuh dengan pertimbangan. Bukan hanya memerangi secara fisik namun juga secara strategi. (Drs. H. Suryadharma Ali, 2011: 3)
         Drs. H. Suryadharma Ali mengemukakan bahwa:
       �Kemamupan intelektual beliau dibuktikan juga dengan kemampuannya menulis beberapa karya tulis yang dianggap dapat menjadi pedoman dalam berprilaku. Kemampuan intelektual beliau dipengaruhi oleh suasana pesantren tempat beliau hidup, besar dan mencari ilmu, yang dapat diketahui bahwa beliau sejak kecil sampai umur lima tahun berada di bawah asuhan ayah dan kakeknya, Kiai Utsman di Pesantren Gedang. (2011: 4)
         Bagi K.H. Hasyim Asy�ari, semangat mengembangkan ilmu pengetahuan tidak ada putus-putusnya. K.H. Hasyim Asy�ari selalu merasa tidak puas terhadap apa yang dicapai pada saat itu. Semangat ini kemudian mendorong K.H. Hasyim Asy�ari berpindah ke tempat lain. Akhirnya, K.H. Hasyim Asy�ari memilih daerah yang penuh dengan tantangan dan dikenal sebagai daerah �hitam�.
         Tepat pada tanggal 26 Rabi� al-awwal 120 H bertepatan 6 Februari 1906 M, K.H. Hasyim Asy�ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng. Di pesantren inilah K.H. Hasyim Asy�ari banyak melakukan aktivitas-aktivitas kemanusiaan sehingga K.H. Hasyim Asy�ari tidak hanya berperan sebagai pimpinan pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara informal.
         Inilah sosok tokoh pembaharuan kita, yang sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan Islam. Dan beliau adalah seorang tokoh yang mendirikan sebuah organisasi terkemuka di Indonesia (NU). Dia dilahirkan di lingkungan pesantren, beliau dimandikan oleh cahaya ilmu, dididik dengan cahaya ilmu, dan dibesarkan dalam naungan ilmu.
B.     Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy�ari
      Menurut K.H Hasyim Asy�ari pendidikan agama sangatlah penting, namun bagi K.H Hasyim Asy�ari pondok pesantren bukan sekadar  tempat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, tetapi  juga tempat untuk membumikan pesan-pesan Islam hingga berdampak secara dalam masyarakat. Dengan pendidikan akan menghantarkan masyarakat yang berakhlak buruk menjadi lebih baik, dan yang baik menjadi lebih baik lagi.
A.       Pengertian Pendidikan Islam menurut K.H Hasyim Asy�ari
Pendidikan, sebagai bagian dari tugas kekhalifahan manusia, menurut pandangan Islam, pendidikan harus dilaksanakan oleh manusia secara bertanggungjawab. Pertanggungjawabanbaru bisa dituntut kalau ada aturan dan pedoman pelaksanaannya. Dan oleh karenanya Islam tentunya memberikan garis-garis besar tentang pelaksanaan pendidikan tersebut.
       Islam memberikan konsep-konsep yang mendsar tentang pendidikan, dan menjadi tanggungjawab manusia untuk menjabarkan dan mengaplikasikan konsep-konsep dasar tersebut dalam praktek kependidikan.
       Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya dilaksanakan dan berlangsung dalam kelas, melainkan berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan dalam hal ini tidak hanya bersifat formal saja, akan tetapi mencakup pula non formal. 
       Kembali kepada pembahasan definisi pendidikan Islam. Dalam hal ini, banyak para tokoh Islam yang mencoba mendefinisikan pendidikan Islam itu sendiri. Di antara tokoh yang dipandang berperan dalam pembaharuan pendidikan Islam adalah K.H. Hasyim Asy�ari. K.H. Hasyim Asy�ari telah memperkenalkan pola pendidikan madrasah di lingkungan pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
     K.H. Hasyim Asy�ari menyebutkan bahwa pendidikan adalah sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dan menegakkan keadilan. 
     Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari adalah sarana dan upaya yang strategis yang dilakukan oleh manusia dalam rangka mencapai kemanusiaanya, sehingga mampu mengetahui hakikat penciptaannya, penciptanya dan tugas serta tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi yang kemudian bertujuan agar dengan pendidikan Islam, manusia mampu mendekatkan diri pada Allah SWT, sehingga mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat yang juga tetap melandaskan pada Al-Qur�an dan Hadis.
     Oleh karena itu, belajar menurut K.H. Hasyim Asy�ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang menghantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebijakan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
       Demikianlah rumusan definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh K.H. Hasyim Asy�ari. Terlihat cukup kental nuansa ketauhidannya dalam mendefinisikan pendidikan Islam. Karena tujuan akhir dari sebuah proses pendidikan Islam adalah mengabdikan sepenuhnya kepada sang khaliq. Dengan demikian manusia akan menyadari dan memahami fungsi dan tujuan manusia diciptakan oleh Tuhannya (Allah).


B.       Tujuan Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari
Belajar menurut Hasyim Asy�ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
     Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
       K.H. Hasyim Asy�ari mengemukakan dua tujuan diberikannya pendidikan islam bagi manusia, yaitu : (Syamsul Arifin, 2010:12).
1.        Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT
2.        Menjadi insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
       Terlihat sangat kental sekali nuansa teologi atau ketauhidan dari pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari. Tidak hanya ditujukan dalam aktivitas kesehariannya, bahkan sampai merembet kepada pemikiran pendidikannya. Di atas juga sudah dipaparkan mengenai definisi pendidikan Islam yang sangat kentara sekali nilai-nilai Ilahiyahnya. 
Dan sekarang merumuskan tujuan pendidikan Islam juga mengedepankan nilai-nilai ketuhanan. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut, harapan semua manusia yang melaksanakan dan ikut dalam proses pendidikan selalu menjadi insan purna yang bertujuan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga mendapatkan kebahagiaan dalam dunia dan akhirat. 
Di samping itu, dalam Islam, tujuan pendidikan Islam yang dikembangkan adalah mendidik budi pekerti. Oleh karenanya, pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sesungguhnya dari proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan terhadap pendidikan jasmani, akal, dan ilmu pengetahuan (science). Namun, pendidikan Islam memperhatikan segi pendidikan akhlak seperti memperhatikan segi-segi lainnya.
C.       Dasar Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari
     Bertolak dari tujuan pendidikan yang telah dipaparkan,  di sini juga dijelaskan tentang dasar-dasar pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari. Menurutnya menjadi sebuah kewajiban untuk dapat memahami sumber utama ajaran Islam. Yakni Al-Qur�an dan Al-Hadis. Karena hanya dengan mampu memahami secara menyeluruh teks sumber utama ajaran Islam itulah manusia akan mendapatkan khazanah keilmuan yang luas dan tanpa keluar dari jalur yang sudah tetera dalam ajaran Islam, terlebih-lebih tentang penddikan Islam.
       Sejalan dengan apa yang sudah dijelaskan  di atas, bahwa Al-Qur�an dan Sunnah Nabi Muhammad (hadis) menjadi dasar utama dalam penyelenggaraan pendidikan Isam, karena menurutnya hanya berlandasakkan Al-Qur�an da Al-Hadis proses berjalannya pendidikan Islam pada suatu lembaga pendidikan.
       Dalam paragraf di bawah ini akan sedikit dipaparkan terkait dasar atau landasan yang digunakan sebagai acuan dan rujukan dalam proses penyelenggaraan pendidikan Islam yang sesuai dengan apa yang sudah dikemukakan oleh K.H. Hasyim Asy�ari:
a.        Al-Qur�an
       Al-Qur�an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-qur�an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari�ah.
       Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman tidak begitu banyak dibicarakan dalam Al-Qur�an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan amal yang seharusnya banyak dilakukannya, sebab semua amal perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), dengan alam dan lingkungnnya, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal saleh (syari�ah).
       Pendidikan, karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu�amalah, pendidikan sangat penting karena ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat.
       Di dalam Al-Qur�an terdapat banyak ajaran yang berisikan tentang prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat Luqman ayat 12-19. Cerita inimenggariskan prinsip materi ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan Islam harus mendukukng tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur�n sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur�an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
b.        As-Sunnah
       As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SW. Yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Qur�an. Seperti Al-Qur�an, Sunnah juga berisi tentang aqidah dan syari�ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam  segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa.
       Oleh karena itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran yang berkembang, itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya ternasuk Sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.
         Di dalam Al-Qur�an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk meleksanakan pendidikan, selain itu di dalamnya banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah-kisah para Nabi, sahabat dan lain sebagainya. Selain itu As-Sunnah juga mempunyai fungsi yang sama.
       Selain Al-Qur�an dan As-Sunnah, K.H. Hasyim Asy�ari juga mengunakan dasar tentang pendidikan Islam adalah Qaul ulama�(Ijma ataupun Qiyas), karena pada dasarnya Al-Qur�an masih memerlukan penafsiran-penafsiran kembali untuk merelevankan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada kehidupan manusia, tidak luput juga dalam dunia pendidikan.
       Al-Qur�an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam dan merupakan pokok dari dasar pendidikan. Dari sinilah banyak para tokoh-tokoh pendidikan yang mengunakan Al-Qur�an dan As-Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam, salah satunya adalah K.H. Hasyim Asy�ari.
D.       Sistem Pendidikan Menurut K.H. Hasyim Asy�ari
       Dalam bidang pendidikan, NU telah mendirikan beberapah madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting. Baik pada masa penjajahan Belanda maupun pada masa penguasa Jepang, Nu tetap memajukan pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah, serta mengadakan tabligh dan pengajian-pengajian .
     Setelah mengajar beberapa saat di rumah orangtuanya, Kiai Hasyim mencoba untuk mendirikan pesantren sendiri dengan membawa delapan murid dari pesantren bapaknya tersebut. Pesantren yang ia dirikan ini berada di Tebuireng, kurang lebih dua kilometer dari pesantren bapaknya. Membawa murid lama ketika mendirikan pesantren baru ini merupakan suatu kelaziman pada saat itu, khususnya bagi kiai muda yang mempunyai hubungan keluarga dekat dengan kiai senior. Santri yang dibawa oleh KH. Hasyim ini adalah santri senior yang sudah cukup berilmu sehingga dapat membantu dala megajarkan ilmu dan mengembangkan pesantren dalam aspek yang lain.
       Mendirikan pesantren di Tebuireng bukanlah tanpa pertimbangan yang kuat. Sebab, patut dicatat bahwa sekitar Pesantren Gedang (pesantren ayahnya) telah terdapat lebih dari 15 pesantren, seperti Tambakberas, Sambong, Sukopuro, Paculguang dan lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan keberadaan sejumlah pesantren tersebut, maka KH. Hasyim memutuskan untuk membuat pesantren di Tebuireng. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah pada saat itu Tebuireng merupakan daerah pedesaan yang terpencil jauh dari kota Jombang, penduduknya banyak yang tidak agamis, sarang perampok, pemabuk, penjudi, pemabuk dan prostitusi. Keberadaan dan keputusan seperti ini merupakan salah satu tujuan untuk menyampaikan dan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh sejauh ini, dan menggunakan pesantren sebagai agent social of change. Artinya, K.H. Hasyim Asy�ari ingin mengubah struktur masyarakat. Dia menganggap pesantren lebih dari sekedar tempat pendidikan atau lembaga moral religius.
       Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, diasuh sendiri oleh K.H. Hasyim Asy�ari, Rais Akbar NU. Pesantren ini didirikan pada tahun 1889 yang awalnya hanya memiliki 28 orang santri. Pengajaran yang diberikan lebih menitikberatkan kepada ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
       Keluasan ilmu yang dimiliki K.H. Hasyim Asy�ari, baik yang beliau serap dari pesantren di Jawa dan Madura maupun dari Makkah selama delapan tahun, menambah bobot tersendiri bagi pesantren Tebuireng. Tidak heran beberapa tahun kemudian jumlah santri di pesantren Tebuireng mengalami peningkatan, yang datang dari berbagai penjuru daerah, khususnya Jawa dan Madura.
           Pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim bersebelahan dengan pabrik Gula Cukir. Pabrik tersebut didirikan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1853. Banyak pendapat dari beberapa orang tentang didirikannya pesantren tersebut disebelah pabrik gula. Namun alasan KH. Hasyim mendirikan pesantren tersebut adalah karena pesantren tersebut sebagai benteng budaya dan agama.
       Dalam hal ini KH. Hasyim Asy�ari sendiri mengatakan bahwa, menyebarkan agama islam berarti meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Jika manusia sudah mendapatkan kehidupan yang baik, apa lagi yang harus ditigkat dari mereka?
           Pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim ternyata berkembang begitu cepat sehingga dalam waktu 3 bulan jumlah santri sudah mencapai dua puluh delapan. Sebagai pendiri yang konsisten dengan dunia pendidikan, beliau juga membiayai sepenuhnya pembangunan pesantren tersebut.
           Tanah tersebut dibeli dari seorang dalang di desa tersebut, dan bangunan pesantren dibuat dari bambu. Pada mulanya pesantren ini dibangun hanya berukuran 10 meter persegi yang terbagi menjadi beberapa ruangan. Satu ruang untuk kyai dan keluarga, ruangan yang lainnya untuk keperluan santri.
       Ruangan santri ini dipakai untuk tempat tinggal, belajar, dan shalat para santri. Untuk membiayai lembaga ini KH. Hasyim Asy�ari berdagang dan bercocok tanam kecil-kecilan. Sebelum beliau wafat, karena Komitmen dan kecintaan pada pesantren juga dibuktikan dengan mewakafkan 2 hektar tanah dan 9 hektar persawahan pada tahun 1947. (Samsul Ma�arif, 2011: 79)
       Pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim berkembang dengan pesat dan baik, namun kesulitan-kesulitan dan rintangan tetap dialami. Sebagai contohnya pada awal pendirian pesantren otomatis orang-orang yang berjudi, minum-minuman keras, dan lain-lain tidak menyukai kedatangan pesantren tersebut.
           Mereka sering menusuk tembok pesantren dengan pisau yang tajam yang sangat membahayakan penghuni pesantren. Sehingga KH. Hasyim mendatangkan guru silat ke pesantren untuk mengajari santri-santrinya. Beliaupun belajar silat beserta santri-santrinya.
       Guru silat yang didatangkan berasal dari cirebon, diantaranya adalah, Kiai Saleh Benda Kerep, Kiai Abdullah Pangurangan, Kiai Syamsuri, dan Kiai Anas Abdul Jamil Buntet. Perna juga pesantren dirobohkan oleh pemerintah belanda, namun justru karena bangunan itu dirobahkan ini membuat pesantren menjadi lebih baik bentuk bangunannya.
       KH. Hasyim Asy�ari yang hidupnya dihabiskan untuk mengajar di pesantren, beliau selalu konsisten dengan pendidikan dan perjuangan. Hal ini dibuktikan ketika ia diminta untuk menjabat beberapa jabatan yang meninggalkan pesantren maka ditolak dengan cara mengutus anaknya.
       Dalam buku �mutiara-mutiara dakwah KH. Hasyim Asy�ari, yang ditulis oleh Dr Samsul Ma�arif, mengatakan bahwa:
    �Sebagai kiai yang konsisten dengan pendidikan, ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar di masjid Tebuireng, dalam komplek pesantren. Jam-jam yang digunakan untuk mengajar adalah dari jam 6.30 hingga 10.00, dari 13.30 hingga 15.30, dari 16.30 hingga 17.30, dari 19.00 hingga 23.00. Waktu-waktu di luar itu digunakan untuk mengurus sawah dan keluarga.�(2011: 81)
           Beliau juga mempunyai kebiasaan yang unik, yaitu tidak mengajar sama sekali pada hari Selasa dan Jum�at. Sebab, waktu dua hari tersebut dihabiskan untuk memelihara sawah di tempat yang jaraknya sepuluh kilometer, atau kalau tidak digunakan untuk ke Surabaya berdagang atau untuk istirahat dan memperkaya keilmuan yang telah beliau miliki.
           Sebagai pemimpin pesantren, K.H. Hasyim Asy�ari melakukan pengembangan institusi pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum belajar. Jika pada saat itu pesantren hanya mengembangkan sistem halaqah, maka K.H. Hasyim Asy�ari memperkenalkan sistem belajar madrasah dan memasukkan kurikulum pendidikan umum, di samping pendidikan agama.
           Patut diketahui bahwa sistem madrasah dan memasukkan kurikulum pendidikan umum di dalam pesantren ini merupakan sesuatu yang relatif baru dalam dunia pendidikan pesantren pada saat itu.
Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais �Am Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim Asy�ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem bandonganmenjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun hal itu ditolak oleh ayahnya, Asy�ari dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan kiai senior.
          K.H. Hasyim Asy�ari meskipun tetap mempertahankan ciri-ciri keagamaan sebagaimana layaknya pesantren di Nusantara, pada tahun 1919 Tebuireng mengalami perubahan. K.H. Hasyim Asy�ari selain melakukan pembaharuan yang semula pelajaran dilaksanakan dengan sistem sorogan dan bandongan  juga melakukan tingkatan dengan memasukkan sistem berkelas atau berjenjang.
 Sistem kelas  yang ia kenalkan adalah dengan membuat tujuh kelas. Dua kelas pertama adalah untuk persiapan dan lima kelas lainnya adalah kelas lanjutan. Dengan begitu, pelajaran yang diberikan oleh pesantren tebuireng bisa terarah. (Dr. Samsul Ma�arif, 2011: 83)
     Pada tahun 1916 � 1934 Hasyim Asy�ari membuka sistem pengajaran berjenjang. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Pertama, Sifr awwal yaitu masa pendidikan dua tahun sebagai jenjang persiapan sebelum memasuki tingkatan kedua. Di Sifr awwal para santri diajarkan dasar-dasar bahasa Arab yang merupakan bekal pokok untuk memahami kitab kuning, dan di Sifr tsani murid sudah mendapatkan pelajaran tambahan, seperti bahasa Indonesia, matematika, dan geografi. (Aguk Irawan, 2012: 200)
           Hal ini dilakukannya karena melihat perkembangan yang terjadi di Minangkabau. Namun di pesantren Tebuireng ini tetap menyelenggarakan pengajian kitab-kitab, tetapi di dalamnya dibuka madrasah dan pengajaran diberlakukan berkelas.
           Selain memperkenalkan sistem kelas, K.H. Hasyim Asy�ari juga memperkenalkan sistem musyawarah bagi santri kelas tinggi. Di kelas juga ada musyawarah yang dipimpin oleh teman kelas yang paling pandai. Dengan sistem musyawarah ini, kehidupan dan sistem belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.
           Sistem musyawarah ini adalah sistem yang sangat efektif, dan mampu mencetak banyak generasi muda menjadi generasi yang sangat cerdas dan dapat menyelesaikan masalah keagamaan dengan cepat dan baik.
           Pada tahun 1916 K.H. Hasyim Asy�ari mendirikan Madrasah Salafiyah di lingkungan Pesantren Tebuireng. Madrasah ini mengunakan sistem klasikal. Pada awalnya madrasah ini untuk pengajian Al-Qur�an. Selama kurang enam tahun, pengelolan madrasah ini kemudian diserahkan kepada K.H. Ilyas pada tahun 1929, saat itu beliau dalam usia 18 tahun.
           Jika sebelumnya madrasah itu bersifat diniyahmurni, di bawah kepemimpianan K.H. Ilyas madrasah itu dikembangkan menjadi madrasah yang juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dengan menggunakan buku-buku yang ditulis dalam huruf latin. Diantara bidang umum yang dimasukkan ke dalam kurikulum Madrasah Salafiyah itu adalah membaca dan menulis huruf latin, bahasa Indonesia, ilmu bumi, sejarah Indonesia, dan ilmu hitung. (Suwendi, 2004: 111)
           Kebanyakan pesantren memasukkan dalam sistem pendidikannya dua model madrasah sekaligus: Madrasah Diniyah yang khusus untuk  pengajaran ilmu-ilmu agama dan Madrasah Umum yang terbuka untuk pengajian ilmu-ilmu nonkeagamaan.
           Sebagaimana yang dilaporkan oleh Mahmud Yunus, misalnya, bahwa Madrasah Salafiyah Tebuireng Jombang untuk tingkat rendah mempunyai enam kelas ditambah kelas nol, yaitu sebelum kelas satu. Pengajaran dalam Madrasah ini terdiri atas 75%  pengetahuan umum hampir sama dengan pengetahuan yang diajarkan di Sekolah Rakyat Negeri. Sedangkan pengetahuan agama didealisasikan dengan kemampuan alumni madrasah ini telah dapt membaca kitab-kitab berbahasa Arab.
           Sebagai seorang intelektual, K.H. Hasyim Asy�ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah beberapa karya-karya tulis  K.H. Hasyim Asy�ari yang terkenal adalah:
           Adab al-�alim wa al-muta�allim fima yahtaj ilaih al-muta�allim fi Ahwal ta�allum wa ma yatawaqaf �alaih al-mu�allim fi maqamat ta�limih.
           Ziyadat ta�liqat, radda fiha manzhumat al-syaikh �Abd Allah bin Yasin al-Fasurani allati bihujubiha �ala Abl jam�iyyah Nahdlat al-�Ulama.
           Al-Tanbihat al-wajibat liman yashna� al-maulid al-munkarat.
           Al-Risalat al-jami�at, sharh fiha ahwal al-mauta wa asyrath al-sa�at ma� bayan mafhum al-sunnah wa al-bid�ah.
           Al-Nur al-mubin fi mahabbah sayyid al-mursalin, bain fihi ma�na al-mahabbah lirasul Allah ma wa yata�allaq biha man itttba�iha wa ihya al-sunnatib.
           Hasyiyah �ala fath al-rahman bi syarh risalat al-wali Ruslan li syaikh al-Islam Zahariya al-Anshari.
           Al-Durr al-muntatsirah fi al-masail al-tis�i�asyrat, sharh fuha masalat al-thariqah wa al-wilayah wa ma yata�allaq bihamina min al-umur al-muhimmah li abd al-thariqah.
           Al-tibyan fi al-naby�an muqathi�ah al-ikhwan, bain fih ahammiyat shillat al-rahim wa dharur qath�iha.
           Al-Risalat al-tauhidiyah, wahiya risalah shaghirat fi bayan �aqidah ahl al-sunnah wa al-jama�ah.
           Al-Qalaid fi bayan ma yajib min al-�aqaid.( Suwendi, 2004: 141)
       Namun sangat disayangkan bahwa, seluruh karya-karya K.H. Hasyim Asy�ari tidak semuanya bisa dapat diperoleh oleh masyarakat umum secara bebas. Hal ini dikarenakan ada beberapa karya-karya tulis K.H. Hasyim Asy�ari yang belum dipublikasikan, karena sistem dokumentasi yang kurang maksimal.
E.        Etika dalam Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari
       Dari beberapa karya-karya tulis K.H. Hasyim Asy�ari diatas, salah satu yang paling terkenal dan yang paling pokok membahas tentang seputar pendidikan adalah karya tulis K.H. Hasyim Asy�ari yang berjudul �Adab al-�alim wa al-muta�allim fima yahtaj ilaih al-muta�allim fi Ahwal ta�allum wa ma yatawaqaf �alaih al-mu�allim fi maqamat ta�limih.�.
       Hal ini dikarena di dalam kitab tersebut , secara keseluruhan terdiri atas delapan bab yang masing-masing membahas tentang keutamaan ilmu dan ilmuan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam belajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru, etika guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika menggunakan literatur, dan alat-alat yang digunakan dalam belajar. (Suwendi, 2004: 143)
       Dari kedelapan bab tersebut, sebenarnya bisa dilkasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: signifikansi pendidikan, tanggung jawab dan tugas murid, serta tanggung jawab dan tugas guru. 
       Dalam poin yang pertama, yaitu signifikansi pendidikan. Dalam hal ini, banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur�an yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan orang yang ahli ilmu. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu:
           Bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan.
           Bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya harus meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Di samping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat. (Prof. Dr. H. Ramayulis, 2011: 339)
       Dalam hal ini yang paling ditekankan adalah bahwa belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang menghantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 
Dalam poin kedua, yaitu tugan dan tanggung jawab murid. Dalam bab ini ada beberapa etika-etika yang harus diperhatikan oleh seorang murid, yaitu:
      Etika yang harus diperhatikan dalam belajar, meliputi:
-       Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian.
-       Membersihkan niat.
-       Tidak menunda-nunda kesempatan belajar.
-       Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
-       Pandai mengatur waktu.
-       Menyederhanakan makan dan minum.
-       Bersikap hati-hati (wara�)
-       Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan.
-       Menyedikitkan waktur tidur selagi tidak merusak kesehatan.
-       Dan meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
      Etika seorang murid terhadap guru, meliputi:
-       Hendaknya selalu memperhatiakn dan mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru.
-       Memilih guru yang wara�(berhati-hati) disamping profesional.
-       Mengikuti jejak-jejak guru.
-       Memuliakan guru.
-       Memperhatikan apa yang menjadi hak guru.
-       Bersabar terhadap kekerasan guru.
-       Berkunjung kepada guru pada tempatnya.
-       Duduklah dengan rapi dan sopan bila berhadapan dengan guru.
-       Berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut.
-       Dengarlah segala fatwanya.
-       Jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan.
-       Gunakan anggota yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.
      Etika murid terhadap pelajaran, meliputi:
-       Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu�ain untuk dipelajari.
-       Harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu�ain.
-       Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.
-       Pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinyu (istiqamah).
-       Tanamkan rasa antusias/semangat dalam belajar.
-       Dan lain-lain.
       Dalam poin ketiga, yaitu tugas dan tanggung jawa guru. Dalam bab ini ada beberapa etika yang harus diperhatikan, yaitu:
      Etika seorang guru, meliputi:
-       Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah).
-       Senantiasa takut kepada Allah.
-       Senantiasa bersikap tenang.
-       Senantiasa khusu�.
-       Tidak mengunakan ilmunya untuk meraih keduniawian semata.
-       Tidak selalu memanjakan anak didik.
-       Berlaku zuhud dalam kehidupan dunia.
-       Dan lain-lain.
      Etika guru ketika mengajar, meliputi:
-       Mensucikan diri dari hadats dan kotoran.
-       Berpakaian yang sopan dan rapi dan usahakan berbau wangi.
-       Berniatlah ibadah ketika dalam mengajar ilmu kepada anak didik.
-       Sampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah.
-       Biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan.
-       Berilah salam ketika masuk ke dalam kelas.
-       Sebelum mengajar mulailah terlebih dahulu dengan berdo�a.
-       Jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, marah, mengantuk, dan sebaginnya.
-       Usahakan tampilannya ramah, lemah lembut, jelas, tegas dan lugas serta tidak sombong.
-       Dan lain-lain.
      Etiak guru bersama murid, meliputi:
-       Hendaknya selalu melakaukan intropeksi diri.
-       Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari�at Islam.
-       Menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian.
-       Mempergunakan metode yang mudah dipahami oleh murid.
-       Menbangkitkan antusias peserta didik dengan memotivasinya.
-       Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu.
-       Dan lain-lain.
                        Menurut Hasyim Asya�ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika bagi alim / para guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy�ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai oleh guru ataupun calon guru.
      Selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun, bagaimanapun dan dimanapun.
      Mempunyai rasa takut kepada Allah, takut atau khouf dalam keadaan apapun baik dalam gerak, diam, perkataan maupun dalam perbuatan.
      Mempunyai sikap tenang dalam segala hal.
      Berhati-hati atau wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.
      Tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga dikatakan rendah hati.
      Khusyu dalam segala ibadahnya.
      Selalu berpedoman kepada hukum Allah dalam segala hal.
      Tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.
      Tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia.
      Zuhud, dalam segala hal.
      Menghindarai pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.
      Menghindari tempat �tempat yang dapat menimbulkan maksiat.
      Selalu menghidupkan syiar Islam.
      Menegakkan sunnah Rasul.
      Menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.
      Bergaul dengan sesama manusia secara ramah.
      Menyucikan jiwa.
      Selalu berusaha mempertajam ilmunya.
      Terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik.
      Selalu mengambil ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.
      Meluangkan waktu untuk menulis atau mengarang buku.
       Dengan memiliki dua puluh etika tersebut diharapkan para guru menjadi pendidikan yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan anak didik. Di sisi lain, ketika pendidik mempunyai etika, maka yang terdidik pun akan menjadi anak didik yang beretika juga, karena keteladanan mempunyai peran penting dalam mendidik akhlak anak. Untuk itu perlu kiranya para calon pendidik maupun yang telah menjadi pendidik untuk memiliki etika tersebut.
Catatan yang paling menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh K.H. Hasyim Asy�ari adalah etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau.
       Dari paparan di atas, intinya adalah pendidikan dalam pandangan kaca mata K.H. Hasyim Asy�ari adalah ibadah untuk mencari ridha Allah. Dan perubahan yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy�ari dalam sistem pendidikan dipesantren Tebuireng adalah dengan memasukkan sistem berkelas dan musyawarah disamping sistem sorongan dan bandongan. 
F.        Materi Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy�ari
       Menurut K.H. Hasyim Asy�ari, materi pengajaran yang diberikan di pesantren Tebuireng adalah lebih menitikberatkan keada ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Namun setelah ada perubahan sistem pendidikan yang ada di pesantren Tebuireng, maka materi yang diajarkan dibagi menjdi dua, yaitu:
a.         Materi-materi yang bersifat diniyah dengan mengunakan buku-buku yang ditulis dengan bahasa Arab atau bahasa al-Qur�an , misalnya seperti Al-Qur�an, bahasa Arab, ushul fiqh, hadits, dan lain-lain yang berhubungan dengan materi-materi diniyah.
b.        Yang kedua adalah materi yang bersifat umum, atau dengan kata lain materi-materi non keagamaan dengan mengunakan buku-buku yang ditulis dengan bahasa latin, misalnya seperti membaca dan menulis bahasa latin, bahasa Indonesia, ilmu bumi, sejarah Indonesia, dan ilmu hitung.


    
         




                       






BAB IV
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN DENGAN K.H. HASYIM ASY�ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

A.    Analisis Terhadap Figur Tokoh K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy�ari
a.      K.H. Ahmad Dahlan
Muhammad Darwis, atau biasa disebut dengan nama K.H. Ahmad Dahlan. K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di kota Yogyakarta, bertepatan pada tanggal 1 Agustus 1868. K.H. Ahmad Dahlan adalah anak dari pasangan seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid besar Kesultana Yogyakarta.
Kiai Haji Abu Bakar adalah ayah dari seorang tokoh yang sangat berperan penting dalam pendidikan Islam. K.H. Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Dalam silsilahnya, K.H. Ahmad Dahlan termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa.
K.H. Ahmad Dahlan semenjak masa kanak-kanak telah dididik menjadi putra Kiai. K.H. Ahmad Dahlan diajarkan langsung oleh ayahnya sendiri tentang ilmu-ilmu agama Islam. Hal ini karena K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang anak yang mempunyai rasa keingintauhan yang begitu besar. Pendidikan dasarnaya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur�an, dan kitab-kitab agama.
Menjelang dewasa K.H. Ahmad Dahlan mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dengan begitu tak heran jika dalam usia relatif muda, K.H. Ahmad Dahlan telah menguasahi berbagai disiplin ilmu keislaman.
Karena rasa keingintauhan yang sangat besar dan ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Oleh karena itu dalam usia yang relatif muda, pada tahun 1883 M dalam usianya 15 tahun, K.H. Ahmad Dahlan mempunyai tekad untuk menunaikan ibadah haji dan untuk menimba ilmu agama yang lebih baik lagi. Sepulang K.H. Ahmad Dahlan dari haji yang pertama, K.H. Ahmad Dahlan sudah mulai meluaskan pemikirannya mengenai agama.
Merasa tidak puas, K.H. Ahmad Dahlan berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji yang kedua, karena K.H. Ahmad Dahlan merasa belum puas dengan kunjungan yang pertama. Maka pada tahun 1902, dalam usia 35 tahun, K.H. Ahmad Dahlan berangkat ke Makkah untuk yang kedua kalinya dan K.H. Ahmad Dahlan menetap di sana selam 2 tahun.
Setelah kepulangannya dari haji yang kedua, K.H. Ahmad Dahlan menikah dengan Walidah. Dari pernikahannya dengan Siti Walidah, mereka dikaruniahi enam orang anak yaitu: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
     Menurut cacatan sejarah, sebelumnya K.H. Ahmad Dahlan pernah menikahi dengan Nyai �Abdullah, janda dari H. Abdullah. K.H. Ahmad Dahlanjuga pernah menikahi dengan Nyai Rum, adik Kiai Munawwir Krapyak.K.H. Ahmad  Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dwngan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. K.H. Ahmad Dahlan pula menikah dengan Nyai Yasin dari Pakualaman, Yogyakarta. (HM. Nasruddin Anshoriy Ch, 2010:55)
     Setelah sepeninggal ayahnya, K.H. Ahmad dahlan dinagkat sebagai pengganti ayahnya menjadi ketib Masjid Agung Kauman Yogyakarta. K.H. Ahmad dahlan diberi gelar Ketib Amin (khatib yang dapat dipercaya). Selain K.H. Ahmad Dahlan menjadi Ketib, ia juga berdagang tekstil ke Surabaya, Jakarta, bahkan sampai ke tanah seberang (Medan).
     Kemudian pada tanggal 23 Februari 1923 M atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H, K.H. Ahmad Dahlan berpulang ke Rahmatullah dalam usia 55 tahun di Kauman Yogyakarta.
     Jadi dari penjelasan sedikit tentang sosok pembaharu dalam bidang pendidikan adalah bahwa dia berkeinginan untuk menyelamatkan pemikiran umat Islam yang statis menjadi pemikiran yang dinamis, agar kita tidak tertindas oleh para penjajah. Dan dia adalah sosok yang tidah henti-hentinya menuntut ilmu guna melakukan pembaharuan yang lebih baik.
b.      K.H. Hasyim asy�ari
      Nama asli K.H. Hasyim Asy�ari adalah Muhammad Hasyim, sedangkan nama Asy�ari adalah nama ayahnya. Ia dilahirkan pada 24 Dzulqadah 1287/14 februari 1871 di desa Gedang, sekitar 2 kilometer dari arah timur Jombang. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafi�ah, Ahmad Shaleh, Radiah, Hassan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maskum Nahrawi dan Adnan.
        Sedangkan nama lengkap K.H. Hasyim Asy�ari adalah Muhammad  Hasyim Asy�ari ibn �Abd al-Wahid ibn �Abd al-Halim, yang mempunyai gelar Pangeran  Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijoyo ibn Abdullah ibn Abdu al-�Aziz ibn Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari Raden �Ain al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. (Suwendi, 2004: 135-136)
         K.H. Hasyim Asy�ari di beri gelar atau di panggil dengan sebutan Hadratus Syaikh Hasyim Asy�ari. Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy�ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya.
     Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy�ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri.
Bakat kepemimpinan K.H Hasyim Asy�ari sudah tampak sejak masa kanak- kanak. Perilaku yang tertanam sejak kecil ini tetap bertahan sampai akhir hayatnya. K.H. Hasyim Asy�ari layak menjadi pemimpin yang kharismatik dengan keadilannya menegakkan hukun dan sikap anti kekerasan dalam mengubah kejahatan menjadi kebaikan.
Sifat dan karakter pemberani yang tidak pernah takut untuk membenarkan hal-hal yang beliau rasa salah dan mempunyai kecerdasan yang luar biasa inilah yang kelak menjadikannya beliau disukai guru-gurunya. Yang pada akhirnya, K.H. Hasyim Asy�ari dinikahkan dengan putri dari Kiai-Kiai tersebut.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur�an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K.H. Hasyim Asy�ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. K.H Hasyim Asy�ari berguru kepada K.H. Ya�kub yang merupakan kiai di pesantren tersebut. (Suwendi, 2004: 136)
Kiai Ya�kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy�ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy�ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.H. Ya�kub tersebut.
Dalam catatan sejarah, riwayat hidup K.H. Hasyim Asy�ari pernah menikah sebanyak tujuh kali, diantaranya dengan Khadijah, putri Kiai Ya�qub Siwalan Panji, Nafisah, putri Kiai Ramli Kediri, Nyai Priangan di Makkah, Masrurah, saudara Kiai Ilyas Kapurejo Kediri, Nafiqoh, putri Kiai Ilyas Sewulan Madiun.
Dari pernikahan K.H. Hasyim Asy�ari dengan ketujuh istrinya, K.H. Hasyim Asy�ari mendapatkan putra-putri  adalah Hannah, Khairiyah, Aisyah, Izzah, Abdul Wahid, Hadifz, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, dan Muhammad Yusuf. Sedangkan pernikahannya dengan Nyai Masrurah K.H. Hasyim Asy�ari dikaruniai empat anak, yaitu Abdul Kadir, Fatimah, Chadijah, dan Ya�qub. (Samsul Ma�arif, 2011: 90)
Dengan begitu banyaknya anak, maka K.H. Hasyim Asy�ari secara otomatis mampu mencetak banyak generasi yang dapat menggantikan kedudukannya ketika K.H. Hasyim Asy�ari telah meninggalkan dunia fana� ini. Bukan hanya K.H. Hasyim Asy�ari yang dinikahkan dengan beberapa anak Kiai dan beberapa anak orang yang cerdas pada saat itu, melainkan diantara anak-anaknya juga dinikahkan dengan anak para Kiai dan orang yang cerdas pada saat itu juga.
Keberhasilan K.H. Hasyim Asy�ari mendidik anak-anaknya, jika dilihat dari sudut pandang sistem pendidikan klasik, dikarenakan kepedulian orang tua terhadap nasib pendidikan anak orang lain. Namun jika dilihat dari sudut saran Nabi muhammad Saw atas pemilihan jodoh, maka adalah tepat jika keturunan K.H. Hasyim Asy�ari menjadi tokoh besar dan sukses. Sebab, secara genealogi K.H. Hasyim Asy�ari adalah keturunan darah biru Jawa, dan K.H. Hasyim Asy�ari adalah orang yang cerdas sehingga dapat memberikan keturunan (gen) cerdas pula.
K.H. Hasyim Asy�ari adalah satu-satunya ulama Indonesia yang mendapatkan gelar yang sangat terhormat di mata umatnya, yaitu Hadlrah Al-Syaikh. Pemberian gelar ini dikarenakan intelektualnya yang begitu besar dan mampu menjalin bhkan memperkuat pemikiran umat Islam Indonesia dalam melawan penjajahan.
Karena rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan yang sangat besar dan semangat yang tidak putus-putusnya. Maka hal itu mendorong K.H. Hasyim Asy�ari berpindah ke tempat lain, dan akhirnya K.H. Hasyim Asy�ari memilih daerah yang penuh dengan tantangan dan dikenal sebagai daerah �hitam�.
Tepat pada tanggal 26 Rabi� al-awwal 120 H bertepatan 6 Februari 1906 M, K.H. Hasyim Asy�ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng. Di pesantren inilah K.H. Hasyim Asy�ari banyak melakukan aktivitas-aktivitas kemanusiaan sehingga K.H. Hasyim Asy�ari tidak hanya berperan sebagai pimpinan pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara informal.
Jadi dari uraian sedikit tentang sosok K.H. Hasyim Asy�ari, dari sini dapat disimpulkan bahwa, sosok tokoh ini, adlah tokoh yang mempunyai keingintauan yang sangat besar dalam bidang pendidikan. Dan Dia tidak pantang menyerah untuk melawan penjajah Belanda dan Jepang.  

B.     Analisis Terhadap Perbedaan dan Persamaan K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy�ari tentang Pendidikan Islam
NO
Aspek-Aspek Pendidikan
Pemikiran K.H. Ahmad dahlan
Pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari
1
Definisi Pend. Islam
Pendidikan  Islam adalah upaya strategis untuk menyelamatkan uamt Islam dari pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis.
Pendidikan Islam adalah sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesunggunya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dan menegakkan keadilan.
2
Tujuan Pend. Islam
      Pembentukan kepribadian yang baik.
      Membentuk manusia yang muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, dll.
      Membekali siswa dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
      Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
      Menjadi insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
3
Dasar Pend. Islam
      Al-Qur�an
      As-Sunnah
      Al-Qur�an
      As-Sunnah
      Qoul Ulam� (ijma�/qiyas)
4
Sistem Pend. Islam
      Madrasah yang menyerupai sekolah Belanda (Gubernemen) dengan menggabungkan antara muatan-muatan keagamaan dan nonkeagamaan.
      Madrasah diniyah, yang lebih menekankan pada muatan-muatan keagamaan dan menambahkan muatan-muatan umum secara terbatas
      Mengganti sistem sorogan dan bandongan dengan sistem tutorial.
      Memperkenalkan sistem kelas, dengan membagi 7 kelas. Pada sifr awwal adalah kelas persiapan, dan di dalamnya diajarkan dasar-dasar bahasa arab. Dan sifr tsani adalah kelas lanjutan dan mendapatkan pelajaran tambahan.
      Memperkenalkan sistem musyawarah
5
Materi Pend. Islam
      Pendidikan Moral (akhlaq), yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur�an dan As-Sunnah.
      Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
      Pendidikan Kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
      Materi-materi yang bersifat diniyah, misalnya: Al-Qur�an, bahasa arab, ushul fiqh, hadits, dan lain-lain yang berhubungan dengan materi-materi diniyah.
      Materi yang bersifat umum (materi non keagamaan), misalnya: membaca, menulis bahasa latin, bahasa Indonesia, ilmu bumi, ilmu sejarah, dan ilmu hitung.


C.    Kelebihan dan Kekurangan dari Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy�ari
         Kelebihan dan Kekuragan dari K.H. Ahmad Dahlan
Kelebihan:
  Pemikirannya menitik beratkan pada pemberantasan dan melawan hal-hal yang tidak sesuai dengan syari�at Islam.
  Berusaha mengubah arah kiblat yang tidak sesuai dengan yang semestinya.
  Mendirikan madrasah, dengan memasukan sistem gubernemen dan mendirikan madrasah diniyah.
  Dan lain-lain.
Kekurangan:
  Tidak ada partisipasi dari masyarakat sekitar untuk merubah arah kiblat, sehingga membuat merasa putus asa.
  Ahmad Dahlan menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis.
        Kelebihan dan Kekurangan dari K.H. Hasyim Asy�ari
Kelebihan :
  Mengajar merupakan profesi yang di tekuni oleh K. H. Hasyim Asy�ari sejak muda. pengalaman dalam bidang pendidikan dengan dibuktikannya Sejak masih di pondok pesantren ia sering dipercayakan mengajar santri-santri yang baru masuk oleh gurunya. Bahkan, ketika di Mekkah ia pun sudah mengajar.
  Memasukkan sistem kelas berjenjang dalam pendidikan Islam, dengan membagi menjadi 7 kelas.
  Menjaga tradisi-tradisi yang beliau anggap masih baik dan sesuai dengan adat istiadat.


Kekurangan :
  KH. Hasyim Asy�ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun hal itu ditolak oleh ayahnya, Asy�ari dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan kiai senior.

















BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil sebagimana diuraikan dalam kesimpulan berikut :
      Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Ayahnya adalah Kyai Haji Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. K.H. Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara.
      Nama asli K.H. Hasyim Asy�ari adalah Muhammad Hasyim, sedangkan nama Asy�ari adalah nama ayahnya. Ia dilahirkan pada 24 Dzulqadah 1287/14 februari 1871 di desa Gedang, sekitar 2 kilometer dari arah timur Jombang. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafi�ah, Ahmad Shaleh, Radiah, Hassan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maskum Nahrawi dan Adnan.
      Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis. Dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah termaktub dalam syari�at Islam.
      Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy�ari adalah sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dan menegakkan keadilan. 
      Sistem pendidikan yang digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam melakukan pembaruan sistem pendidikan Islam adalah denganmengikuti pola gubernemen yang ditambah dengan pelajaran agama. Dan mendirikan madrasah yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama.
      Sistem yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy�ari dalam sistem Pendidikan Islam adalah dengan melakukan pembaharuan yang semula pelajaran dilaksanakan dengan sistem sorogan dan bandongan  juga melakukan tingkatan dengan memasukkan sistem berkelas atau berjenjang dan memasukkan sistem musyawarah.
B.     Saran
      Riwayat hidup seorang tokoh merupakan pelajaran penting bagi kita semua, khususnya penulis pribadi, dalam meniti jejak yang mereka ambil sehingga bisa mencapai puncak kejayaan dan mampu memberikan manfaat untuk orang lain. Sehingga ketika mereka telah meninggalkan dunia ini, maka jasa-jasanya akan selalu masih dalam kenangan, namanya akan selalu harum di belahan dunia ini. Maka oleh karena itu patutlah bagi kita, generasi muda yag tangguh, kuat mampu mengambil pelajaran yang amat berharga dan sangat penting.
      Kedua tokoh ini merupakan tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam pendidikan Islam. Pemikirann kedua tokoh ini menggambarkan totalitas dalam mendidik manusia, totalitas dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam maupun ilmu-ilmu non keagamaan. Patutlah kiranya kita sedikit melirik tentang hasil pemikirannya yang cemerlang sehingga kita bisa meniru dan meniti buah pikirannya itu, terutama tentang pendidikan Islam.
C.    Kata Penutup
       Sebagai kata penutup, penulis ingin mengucapkan Alhamdulillah kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan semangat, jalan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada semua yang membacanya, semoga bisa dijadikan bahan bandingan dan acuan untuk mencapai suatu pendidikan yang berkualitas.
       Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu pantas kiranya penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca guna dalam rangka perbaikan karya ini.
Gresik, 07 Juni 2013


Zulailiyah       

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Anwar Ali. 2002. Muhammadiyah dan Harapan Masa Depan. Jakarta: Nuansa Madani.
Alim. 2011. Skripsi Hasan Al-Banna dan Pemikirannya tentang Pendidikan Islam (Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Pendidikan Islam). Dukun: STIT Maskumambang.
Anshory CH, Hm Nasruddin. 2010. Matahari Pembaruan (Rekam Jejak K.H. Ahmad Dahlan). Jogjakarta: Galang Press.
Arifin, Syamsul. 2010. Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy�ari tentang Pendidikan Islam. Malang.
Basral, Akmal Nasery. 2010. Sang Penyerah (Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah). Bandung: Mizan Pustaka.
Daradjat, Zakiah, dkk. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 1992. Al-Qur�an dan Terjemahannya. Bandung: Gema Risalah Press.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam 1. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam 2. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam 4. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Http: Mubaligkecil. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy�ari.(online) Blogspot.com. diakses 23 Mei 2013. 17.00
Irawan, Aguk. 2012. Penakluk Badai (Novel Biografi k.H. Hasyim Asy�ari). Depok: Global Media Utama.
Jalaluddin & Usman Said.1994.

Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ma�arif, Samsul. 2011. Mutiara-Mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy�ari. Bogor. Kanza Publishing.
Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ramayulis, Samsul Nizal. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sholeh, Moh.Badrus. 2011. Pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari (2). (online). Diakses 18 Mei 2013. 08.30.
Suwendi. 2004. Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Bina Al-Islam dan Kemuhammadiyaan. 1990. Muhammadiyah (Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha).Malang: Pusat Dokumentasi dan Publikasi UMM.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I. Bandung: CV Pustaka Setia.
Uhbiyati, Nur, dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wibowo, Susatyo Budi. 2011. Dahlan Asy�ari (Kisah Perjalanan Wisata Hati). Jogjakarta: Diva Press.
Yudhi, Munadi. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.
Zuhairini, dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuhairini, dkk. 1983. Methodik Khusus Pendidikan Agama. Malang: Usaha Nasional.


adab adam adebayor adik adzan agama air air hangat ajaib akhir zaman akhirat alami allah almaidah alquran amalan amerika anak anjing anti ari- ari arief artis asal usul asam urat ashar aurat ayah ayam ayat 58 ayat kursi babi baca backpacker bangkrut bangun batal bawang putih bayi bela bencana Berita berjamaah bilal buah naga buncit cara cermin cilok cinta ciri dalam damai dandanan daun Definisi Filsafat demo dimana saja doa Doa-Doa Islam dosa driver duka dunia durhaka fadilah fidyah fpi gangster garam gaya gaza gelang gigi gunung hadapi hafidz haji haram haredi hargai hawiyah hewan hijab hijrah hikmah hilang hina hindu hoax horor hukum Hukum Islam husnul khotimah hutang ibu ibu rumah tangga idul fitri ikan paus imsak indah India indonesia Inggris inneke koesherawati Inspirasi inspiratif Internasional internet islam istri Jadwal Imsak jalan kaki jamaah jangan jantung jejak jenis jepang jet li jilbab jin jiwa jujur jupe kakak kamar mandi kanker kapan katarak kaya keajaiban keanehan keindahan kelapa keluarga kematian kemuliaan kepala keringanan kesehatan keseleo kesombongan khaled bin walid khasiat khatam khusnul khotimah kiamat kisah Kisah Islam kokok kompak kriteria kuat kubur Kuliner kulit kunjungan kurma lain lama larangan lebaran lepas lucu Makalah makanan makna malaikat malaikat maut malam mandiri manfaat manusia masalah masjid nabawi masjid nando mata mbah maimoen zubair medis melahirkan memar migrain mimpi mongolia mualaf munafik mushaf musnah nabi adam as nabi muhammad nabi nuh nabi sulaiman nabi yunus Nasional negara neraka niat nikah obat olga orang gila orang terzalimi orang tua osteoporosis pahala pahlawan pakaian palestina palsu pelet pelunas pembela pemulung pemutih pendeta Pengetahuan Pengetahuan Islam penghuni surga pernikahan pertama perut pipik polisi porter provokasi puasa putih rahasia rajin ramadhan Ramadhan 2017 rasulullah rematik reumatik reza noah riba rina nose RPP SMA/MA ruqyah rusia sabar sabtu sambut sang sayang sedekah sehat sejarah sembuh serviks setan sholat sholat malam sholat tarawih shubuh sikat gigi sirsak soda kue strecth mark suami sunnah surat surga Suriah syahid syawal syirik tabah tahlilan takdir tanda tangan tarawih tata cara Tauhid Islam teman tentara tepat waktu terlambat terlarang tes tidur tikus tiongkok tips tni tobat tubuh tuhan tukang becak tuna netra uang uap ulama umi undangan untuk usir varises wajah waktu wali Wallpaper wanita wine specialist yahudi yasin yasin 58 ziarah zionis